Jumat, 04 Januari 2019

2018 Bergegaslah Pergi, 2019 Bergegaslah Kemari..


Dua ribu delapan belas
Adalah tahun absurditas
Terlalu menuhankan segala bentuk aktivitas
Kadang membuat seisi kepala menjadi beringas
Kadang juga terdiam sebagai penganut abnormalitas
Yang tetiba bisa rajin terdiam tanda malas

Dua ribu delapan belas
Tanpa resolusi karena terlalu puas
Puas dengan lika liku terjal yang mengganas
Logika terkikis dan mulai mengelupas
Isi hati berontak ekspresikan inginnya dengan bebas

Dua ribu delapan belas
Penuh puisi tanpa musikalitas
Penuh sajak yang tak kunjung berkelas
Penuh sarkasme tanpa gunakan kata kias
Penuh satire dengan sindiran halus tanpa pemanas

Dua ribu delapan belas
Kuakhiri dengan langkah cepat meski tak bergegas
Penuh harap meski terkesan masih terlihat bias
Dalam rengkuh doa kupasrahkan pada Sang Pemilik Otoritas
Agar kelak perjalanan singkatku tetap berkelas
Dalam bimbingan-Nya yang Maha Agung tak perlu waswas

Dua ribu sembilan belas
Kuawali dengan sebuah puisi dengan gaya lawas
Rangkaian kata kurang waras yang kadang melewati batas dan kurang pas
Dihasilkan dari pena berkarat sebagai ekspresi dari sebuah realitas
Yang dijalani agar tak dianggap sebagai formalitas

"Semoga" adalah kata sederhana simbol pengharapan asih dan welas
Agar tak lantas tahun ini tak terlalu banyak mengulas
Berbagai peristiwa lalu yang perlahan membias
Tersapu ombak yang sedari kemarin berusaha menghempas
Menyeret paksa kenangan yang menguras kewarasan dengan buas
Hingga kutemui titik nol yang kudapati dengan rasa puas

Dua ribu sembilan belas
Be Mine with full of happiness

Perempuan(ku), Izinkan Aku..


Tuhan, bolehkah aku sedikit mengadu?
Ketika itu, degup seolah tak lagi berirama syahdu
Bahkan mungkin sudah keluar dari do re mi fa so la si do
Aku menyaksikan hening yang dicipta sepi di sela2 pilu yang sendu
Sepasang mata mendarat di retinaku dan aku menunduk singkirkan rindu
Rindu yang kususun rapi sejak dia putuskan pergi demi satu hal yang dianggap fardhu
Dan aku cukup tertegun menahan rindu yang seolah sudah menjadi candu

Dalam diam aku berusaha berdamai dengan ego dan juga hawa nafsu
Bisakah aku menatapnya dengan senyum meski bibir kelu membisu?
Aku tak lantas ingin semua orang berprasangka palsu
Bahwa dia pernah mencintaiku dan itu bukanlah semata issue
Aku tahu rindu masih ia rasakan meski dirasanya semakin lesu

Perempuanku, aku melihatmu..
Jauh kuterjang, dekat ku terawang, tapi aku ingin tepati janji bahwa kita akan bertemu
Meski kadang aku hanya sekedar singgah dengan status sebagai tamu
Tapi tatapmu berjuta makna meski kuartikan dengan harfiyah semu

Perempuanku, sepertinya aku turut bahagia
Sepertinya juga aku tersadar bahwa yang kau putuskan adalah sesuatu yang mulia
Meski aku adalah pecundang dan kau pembohong itu bukan lagi rahasia
Tapi aku melihatmu penuh anggun dengan raut muka amat ceria
Dan aku kembali setelah menatapmu kembali dalam larut berusaha ria

Perempuanku, aku mohon izin
Aku yakin kau tau bahwa aku sedang tak bermain-main
Aku hanya berusaha merealisasikan apa yang tertulis dalam bathin
Bahwa aku harus bahagia meski bukan sosokmu yang kupeluk penuh ingin

Perempuanku..
30 desember jadi waktu yang membelengguku penuh kaku
Kukhitbah seorang gadis dengan jalan terjal yang kau tau penuh liku
Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan tulisanku dalam satu buku
Buku yang kuukir penuh namamu dalam bingkai yang kini bertengger di bibir tungku
Agar kelak isi ceritanya tetap mencair dan tak membeku
Kelak kubuka kembali dengan pena baru menceritakanmu dengan istriku

Perempuanku,
Kau berhasil mencintai suamimu, lantas doakan aku juga berhasil mencintai calon istriku..

2018 Bergegaslah Pergi, 2019 Bergegaslah Kemari..

Dua ribu delapan belas Adalah tahun absurditas Terlalu menuhankan segala bentuk aktivitas Kadang membuat seisi kepala menjadi be...